Senin, 29 Februari 2016

H30: "SAMPAI JUMPA DI DUNIA NYATA, PANGERAN MISTERIUS DALAM MIMPIKU"

Dear 'Kamu',

Ini surat terakhirku. Entah apa aku akan menulis lagi untukmu atau tidak sama sekali. Tergantung kesibukanku, kurasa. Aku tak mau lagi membuang-buang waktuku untuk sesuatu yang tak pasti, meski hidup ini sendiri sebenarnya penuh oleh ketidakpastian. Manusia selalu hanya bisa berusaha yang terbaik, meski mungkin - ironisnya - kerap dinilai tidak cukup oleh sesamanya. Sedih, ya?

Apakah kita benar-benar akan bertemu di dunia nyata, tak hanya di mimpi belaka? Akankah kamu sungguh-sungguh ada, atau hanya proyeksi yang tercipta dari benak ini - akibat hati yang terlalu sering patah?

Entahlah. Aku hanya harus keluar dan benar-benar mencarimu, bukan hanya duduk manis dan diam menunggu. Hidup ini bukan dongeng. Alankag tidak adilnya bila perempuan diharapkan selalu begitu, karena bila mereka yang memulai dulu - merekalah yang akan dikatai agresif, tidak tahu malu, tidak punya harga diri, hingga...putus-asa. Serba salah juga, karena kalau tidak ada yang datang setelah mereka menunggu lama, mereka juga akan dikatai 'perawan tua tak laku' (kayak barang dagangan saja, bukan manusia!) karena (dianggap) 'kurang berusaha'. Kurang ajar sekali, ya?

Masyarakat di sini bisa sangat lucu. Standar ganda gila. Semoga kamu tidak seperti mereka.

Aku takkan mengucapkan selamat tinggal, sayangku. Aku masih percaya bahwa kita akan benar-benar bertemu. Jadi, kuucapkan saja dalam surat terakhirku ini untukmu:

Sampai jumpa di dunia nyata, pangeran dalam mimpiku.

Nona Separuh Skeptis

Minggu, 28 Februari 2016

H29: "TERIMA KASIH, LIONYCHAN!" (EDISI KHUSUS: UNTUK TUKANG POS CINTA-KU)

Teruntuk Tukang Pos Cinta-ku:

Hai, Lionychan!

Terima kasih atas kesediaanmu selama sebulan terakhir ini menampung semua suratku untuk dia yang belum jelas sosoknya maupun keberadaannya. Semoga kamu cukup tahan dan tidak buru-buru menyerahkanku ke rumah sakit jiwa.

Maafkan aku yang bisa dibilang tidak tahu terima kasih, tidak pernah mengajakmu mengobrol di Twitter, meski hanya sebentar atau minimal sapaan saja. Mungkin aku terkesan sombong, karena hanya berinteraksi seperlunya. Bukan apa-apa, aku memang beneran sibuk. Awalnya aku tidak terpikir untuk mengikuti lomba ini, hingga kedua temanku yang ikut bisa dibilang memanas-manasiku agar tidak ketinggalan.

Lionychan, kutahu aku bukan satu-satunya. Pasti banyak sekali surat yang mampir ke laman Twitter-mu. Semoga sabar membaca semuanya satu-persatu sebelum meneruskannya pada Pos Cinta. Semoga cerita-cerita kami tidak membuatmu bosan atau mabuk kepayang, hehe.

Jangan khawatir, kamu masih akan tetap ku-follow, meski lomba ini berakhir. Selama sebulan terakhir ini, aku menganggap kegiatan ini sebagai terapi. Saat ini, tidak ada kritik dan saran untukmu, kecuali ucapan terima kasih atas kesabaran dan semua waktu yang kau luangkan untuk surat-surat kami - meskipun sayangnya hanya bisa lewat surat ini.

Sampai lomba berikutnya? Semoga saat itu aku tidak lagi menjadi Nona Separuh Skeptis, melainkan sosok yang jauh lebih percaya diri dan tidak takut membuka ruang hati ini untuk cinta lagi...

Ruby Astari
(alias "Nona Separuh Skeptis")

Sabtu, 27 Februari 2016

"SECANGKIR KOPI UNTUK KEBEBASAN"

Kebebasan selalu layak dirayakan. Maka, selepas keluar penjara, yang diinginkan ialah mengunjungi kedai kopi ini. Kebahagiaan akan semakin lengkap bila dinikmati dengan secangkir kopi. Hanya di kedai kopi ini ia bisa menikmati kopi terbaik yang disajikan dengan cara yang paling baik.
            Matanya meneliti sekeliling dengan penuh minat. Kedai kopi itu bernuansa vintage, dengan dekorasi berupa beberapa lukisan bergaya pop art warna-warni di dinding. Alunan musik jazz instrumental mengalun dari stereo. Cahaya matahari sore yang mulai melembut masuk dari jendela. Jingga yang tidak menyilaukan.
            Ia suka. Sama sukanya dengan secangkir kopi hitam di tangannya. Harum sekali.
            Jam dinding di kafe menunjukkan pukul empat kurang lima sore. Dulu, jam segitu ia akan ditelepon lelaki itu. Lelaki itu akan mengecek keberadaannya, baik lewat telepon rumah maupun ponsel – hanya untuk memastikan agar ia tidak berani kemana-mana tanpa seizin lelaki itu. Bila belum pulang juga, siap-siap saja menerima bentakan tanpa henti lewat telepon, makian lewat SMS, atau malah keduanya – tergantung suasana hati lelaki itu. Itu pun masih belum apa-apa.
            Kalau hanya didorong atau dicengkeram masih lumayan. Lain cerita bila ia berakhir dengan bibir berdarah atau mata lebam. Dibilang istri durhaka, disumpahi masuk neraka.
            Terakhir kali, ia sampai dikurung seharian penuh di rumah, sama sekali tidak bisa keluar. Atas nama cinta, ia malah berstatus sandera.
            Ia menarik napas, lalu menghabiskan sisa kopi hitamnya. Ia masih ingin di kedai kopi itu, mencicipi damai. Sudah lama sekali ia tidak merasa seaman ini. Ia bisa selamanya begini, entah sambil membaca novel atau menulis catatan harian. Mengetik di laptopnya, seperti yang dulu sering dilakukannya sejak remaja hingga waktu kerja.
            Ponselnya berdering. Ia menjawabnya: “Halo?”
            Ternyata dari rumah sakit. Lelaki itu tidak bertahan lama. Karena kebodohannya sendiri, akibat terjun bebas dari balkon lantai dua rumah mereka malam itu. Bagian otopsi menyatakan kematiannya karena bunuh diri.
            Ia tersenyum. Tarikan napasnya begitu lega, begitu lancar.
            Kadang ada untungnya berbadan mungil, karena dapat menghindar dari serangan bila lawan terlalu emosi hingga membabi-buta. Selama ini, ia biarkan saja lelaki itu minum terus sampai puas. Kadang, lelaki itu terlalu mabuk untuk menyadari zat antibeku yang sengaja ia tambahkan dalam gelas. Banyak yang menganggap lelaki itu tampak stres. Biarkan mereka mengiranya depresi.
            “Turut berduka cita, Ibu,” kata suara itu di telepon. Ia terpaksa harus menarik napas dan menghembuskannya keras-keras, agar terdengar seperti sedang menangis.
            “Terima kasih. Saya akan segera ke sana.” Pembicaraan terputus. Masih dengan senyum yang sama, ia memanggil pelayan. Memesan secangkir kopi lagi.

            Kebebasannya kini lengkap. Memang, kadang butuh usaha ekstra untuk keluar dari penjara tertentu, terutama bila seluruh dunia seakan setuju bahwa kamu memang pantas berada di situ, sebelum berbalik memunggungimu – dengan alasan itu bukan urusan mereka...


"SAAT ITU (SEMENIT DALAM BENAKKU)"

Aku tahu,
inilah saatnya berhenti menunggu
terus memandangi ponselku
berharap pesan darimu

Saatnya maju,
bukannya terpaku pada masa lalu
meski sesekali masih ingin tergugu,
sialnya gara-gara ingat wajahmu

Ingin kubunuh rindu,
sebelum terlalu dalam meracuniku
Semoga segera terlepas dari kenangan itu
dan kamu hanyalah tinggal hantu...

R.
(Jakarta, 27 Februari 2016 - 12:00)

H28: "KAMU = DIA? DIA = KAMU??"

Dear "Kamu",

Hai, pangeran dalam mimpiku. Apa kabarmu?

Semalam kita bertemu. Jujur, aku senang, meski lagi-lagi begitu singkat. Terlalu singkat, malah. Semoga aku belum keburu gila karena terlalu lama menunggu.

Kelas terakhirku kosong, jadi kuluangkan waktu dengan banyak menulis hari ini. (Salah satunya ya, surat ini untukmu.) Aku juga sempat mengingat-ingat lagi mimpiku semalam.

Entah kenapa, sepertinya energimu mulai memudar. Apakah kamu akan segera pergi dan ternyata kamu memang hanyalah khayalanku? Apakah selama ini kamu hanyalah ciptaan dari benakku sendiri, hanya karena aku sudah terlalu sering dibuat kecewa oleh realita?

Aku tahu, aku sendiri juga bukan manusia sempurna. Namun, sayangnya banyak yang berharap kalau perempuan itu harusnya sudi menerima kekurangan lelaki, sementara perempuan itu sendiri sering dituntut untuk menjadi ibarat sosok dewi - hanya untuk menyenangkan lelaki. Aku sendiri juga sebenarnya tidak meminta terlalu banyak, namun wajar saja 'kan, kalau aku sendiri juga punya selera? Perkara berjodoh atau tidak, itu masih urusan nanti. Semuanya selalu ada di tangan Sang Ilahi.

Baru saja aku terlibat dalam percakapan dengan salah seorang kolega, tentang sosok lelaki bermata biru yang sama-sama kita kenal dan memang disukai orang banyak. Jujur, aku bahkan pernah juga sangat mencintainya, jauh sebelum sosok kurus slengean yang pernah hadir sebentar dalam hidupku kemarin. Entah kenapa, pembicaraan kami berlanjut kepada fakta bahwa lelaki bermata biru (yang sebaiknya cukup kupanggil 'Paul'  saja) yang baik hati dan sangat disayangi banyak orang itu masih juga melajang...di usianya yang sudah tidak lagi muda.

Entah kenapa, tenggorokanku mendadak tercekat saat kolega itu bertanya-tanya. Aku tahu sejarah urusan cinta Paul dengan beberapa perempuan dalam hidupnya. Aku tahu dia masih sangat mencintai mantannya yang terakhir, yang membuatku memutuskan untuk mundur teratur daripada berharap terus akan sesuatu yang semu.

"Dia sudah terlalu sering disakiti, makanya susah untuk mulai lagi," duga si kolega. Untunglah, tiba-tiba dia harus melakukan sesuatu, sehingga meninggalkan ruangan dan tidak sempat melihatku yang hampir menangis. Jujur, memikirkan sosok bermata biru yang selama ini selalu baik padaku tapi sering dibuat patah hati oleh perempuan membuatku sedih.

Apakah aku masih mencintainya? Sepertinya iya. Apakah aku diam-diam berharap bahwa kamu sebenarnya adalah dia, suatu saat di masa depan nanti? Mungkin juga, meski aku harus tetap menjejak realita agar jangan sampai terlalu berharap hingga terancam beneran gila. Karena, walau bagaimana pun, aku masih menyayanginya. Aku hanya ingin dia bahagia, meski belum tentu dia adalah kamu.

Tahu tidak? Sebagian dari diriku berharap cemas, dalam hati memohon padamu agar jangan pergi. Di sisi lain, aku sudah terlalu sering ditolak dan ditinggal, jadi akhirnya hanya bisa kembali bersiap-siap menerima kehilangan berikutnya. Bukankah hidup tidak selalu sesuai yang kita inginkan?

Nona Separuh Skeptis

Jumat, 26 Februari 2016

H27: "JANGAN PAKSA AKU BILA MENCINTAIKU"

Dear "Kamu",

Maafkan aku, sayang. Lagi-lagi aku sedang enggan bicara. Terlalu banyak sekali yang membuatku marah akhir-akhir ini. Kurasa aku akan mulai bercerita lagi bila sudah tenang.

Bukan, bukan karena kamu. Seluruh dunia ini kadang membuatku stres setengah mati. Kadang aku berharap aku tidak seperasa ini. Tahukah kamu? Banyak yang menertawakanku karena ini.

Akan ada saat-saat seperti ini, dimana mungkin kamu yang harus lebih banyak bersabar menghadapiku. Maaf bila aku terlalu menuntut seperti ini, bahkan sebelum kita benar-benar bertemu. Aku bukan tipe perempuan yang bisa dipaksa, meski misalnya laki-laki selalu merasa bahwa mereka pemimpin dunia dan berhak mendapatkan semua keinginan mereka. (Jujur, aku malah benci sekali dengan laki-laki macam itu. Modelnya suka maksa lagi, kadang pakai kekerasan segala.)

Semoga kamu tidak seperti itu, ya. Jujur, aku takut sekali. Justru aku lebih mudah mengalah bila diajak bicara baik-baik, bukannya dipaksa apalagi dituntut segala.

Nona Separuh Skeptis

Kamis, 25 Februari 2016

H26: "SEMOGA KAMU MENYUKAI KELUARGAKU"

Dear "Kamu",

Aku beruntung meluangkan waktu dengan keluargaku hari ini. Kami makan siang di salah satu rumah makan soto di Jakarta. Menyenangkan. Aku bahkan sempat memeluk salah satu keponakanku yang tampan dan baik sekali.

Bagaimana denganmu? Apakah saat ini kamu juga sedang berkumpul dengan keluargamu, meski mungkin sama sebentarnya denganku? Apakah kamu juga bekerja?

Mungkin aku sudah pernah menulis tentang ini sebelumnya, lebih tepatnya di beberapa surat sebelumnya. Apakah kamu juga dari keluarga besar? Apakah kamu dari keluarga kecil?

Apakah kamu...sendirian? Sebatang kara? Hmm, semoga aku sudah pernah memberitahumu bahwa, bila kamu memang tidak punya siapa-siapa - kamu bisa berbagi keluarga denganku. Ya, keluargaku bisa juga jadi keluargamu - tentu dengan satu syarat: kamu juga akan memperlakukan mereka dengan baik, tidak hanya aku.

Permintaanku tidak pernah ada yang aneh-aneh 'kan, sejauh ini?

Nona Separuh Skeptis

Rabu, 24 Februari 2016

H25: "INGIN BERDUA, TANPA BANYAK BICARA"

Dear "Kamu",

Hai, seperti biasa, lagi-lagi aku sibuk. Maaf, ya. Bukannya aku tidak ingin menulis lagi untukmu.

Terlalu banyak ide tulisan di kepalaku, terlalu banyak yang ingin kubagi dan kukatakan pada dunia. Ya, kutahu aku bukan satu-satunya. Mereka juga. Semua ingin bicara.

Aku lelah, sayang. Lelah sekali. Saat ini aku hanya ingin kembali tidur dan bertemu denganmu lagi seperti semalam. Hanya sebentar, sebelum alarm membangunkanku kembali untuk menghadap pada-Nya.

Banyak yang ingin kukatakan, namun...kadang yang diperlukan hanyalah dua orang yang duduk bersama, tanpa bicara. Hanya bersama, menikmati sunyi dan kebersamaan itu sendiri. Dengan kata lain, tak perlu merasa wajib mengisi kesunyian dengan suara. Tak perlu menganggap sunyi itu sendiri sebagai kekosongan belaka.

Hanya kenyamanan...

Terlalu banyak mereka yang berseteru akibat terlalu banyak bicara. Semua mau didengar, namun enggan melakukan hal yang sama. Semua ingin merasa benar dan enggan mengaku salah, meski sebenarnya masih sama-sama manusia yang akan selalu jauh dari sempurna.

Untuk pangeran di dalam mimpiku yang belum pernah kutemui di dunia nyata, semoga kita takkan seperti itu. Semoga kita baik-baik saja.

Salam sayang,

Nona Separuh Skeptis

Selasa, 23 Februari 2016

H24: "DARI AKU YANG SEDANG KEHABISAN CERITA"

Dear "Kamu",

Hai, sayang. Maaf lagi-lagi aku terlalu sibuk menulis untukmu. Besok saja, ya?

Dari Nona Separuh Skeptis yang Kelelahan karena Workaholic

Senin, 22 Februari 2016

"AKU VERSUS MONSTER"

Aku masih di dalam sana
Kastil Sunyi masih sama
Monster itu juga masih ada
Rasanya dia di mana-mana

Tidak, aku tidak gila
Dia benar-benar nyata
Masih mengganggu saja
sementara aku makin muak dengan kehadirannya

Sial, monster itu masih saja ingin berkuasa
sementara aku sudah lelah luar biasa
Aku ingin dia hengkang selamanya
sebelum aku keburu sakit jiwa!

R.

H23: "DARI AKU YANG TIDAK MUDAH JATUH CINTA"

Dear "Kamu",

Oke, sepertinya lama-lama aku menjadi semakin mengkhawatirkan saja. Tahu tidak? Semalam aku iseng re-posting meme dari kakakku. Bunyinya seperti ini:

"Sometimes we create our own heartbreaks through expectations." (Kadang kita patah hati gara-gara terlalu berharap.)

Lalu, kutambahkan dengan tagline-ku sendiri:

"Want to know why that girl you may perceive as 'hyper-vigilant' and 'paranoid' doesn't let any guy get too close to her, no matter how much she likes him? This is the mistake she's so afraid to make." (Mau tahu kenapa cewek yang mungkin kamu tuduh 'terlalu was-was' dan 'parno' itu tidak membiarkan cowok mana pun terlalu dekat dengannya, meski si cewek sebenarnya suka sama cowok itu? Dia takut membuat kesalahan itu.)

Oke, mungkin ini terdengar seperti pengakuan terselubung, tapi...bukan Nona Separuh Skeptis namanya bila aku tidak sampai begini. Entah kenapa, akhir-akhir ini aku begitu terpengaruh dengan tontonan serial TV Amerika yang 'numpang lewat' (karena aku sambil melakukan hal-hal lain, seperti membaca dan menulis) dan adegannya selalu pas di pembahasan ini:

Ada dua jenis orang yang jatuh cinta. Jenis pertama, yang mudah jatuh cinta. Bila putus atau ditolak, patah hatinya tidak lama. Istilah lainnya, cepat move on. Habis itu langsung memulai lagi dengan orang yang baru.

Jeleknya? Tipe yang satu ini cenderung (dianggap) gampangan.

Tipe kedua adalah yang tidak mudah jatuh cinta, namun sekalinya jatuh...dalam sekali. Bila putus atau ditolak, patah hatinya cukup lama. Belum tentu mereka siap langsung memulai dengan orang baru lagi, sebaik apa pun orang itu.

Jeleknya? Tipe ini termasuk yang cenderung jadi bahan tertawaan, dikasihani, hingga diejek - meski juga dipuji-puji karena termasuk setia a la karakter novel sastra zaman baheula. Suka dikatain 'baper' (bawa perasaan) bila suka sama seseorang, namun dibilang 'parno' kalau kelewat hati-hati sebelum menjatuhkan pilihan hati. Kelamaan, kata mereka. Salah-salah sosok yang tadinya tertarik dengan mereka keburu bosan menunggu.

Coba tebak, aku yang mana. Ya, yang nomor dua. Gara-gara inilah aku tidak mudah percaya bila ada lelaki yang tampak tertarik denganku. Mereka harus bekerja ekstra keras untuk membuktikan padaku bahwa mereka tidak hanya sekedar omong-kosong numpang lewat seperti yang sudah-sudah.

Kabar buruk untukmu, sayangku. Bila kamu memang benar-benar mencintaiku, inilah yang harus kamu lakukan: bersabar untukku.

Mau, 'kan?

Dari yang tidak mudah jatuh cinta,

Nona Separuh Skeptis

Minggu, 21 Februari 2016

H22: RASANYA ANEH MENULIS UNTUK-MU, YANG SELALU TAHU ISI HATI DAN BENAKKU"

Aku merasa aneh menulis surat ini untuk-Mu. Rasanya seperti menulis laporan untuk bosku, meski rasanya tak perlu. Ruang benakku selalu terbuka untuk-Mu, hingga suara-suara di dalamnya terdengar ke berbagai penjuru. Kau selalu tahu semua masalahku, bahkan saat aku terlalu takut dan malu untuk mengadu. Kau selalu tahu semua bimbangku, meski kadang menunggu. Ya, menunggu kemana aku akan berlalu. Menunggu aku datang sendiri kepada-Mu, terseok-seok dalam genangan lumpur dosa-dosaku.

Aku merasa aneh menulis surat ini untuk-Mu, karena Kamu pasti sudah lama tahu. Selalu begitu, sejak proses penciptaanku seperti proses-proses lainnya. Bagaimana tidak? Semua ini adalah laboratorium raksasa milik-Mu. Bila kami dianggap gagal, Kamu tinggal menghancurkan kami. Sekecil dan sehina itu nilai hidupku.

Aku masih merasa aneh, namun kulakukan juga. Mungkin karena ada kalanya aku kehabisan kata-kata, hingga doa tercekat di ujung lidah. Ada rasa khawatir bahwa doa yang sebentar lagi terucap tak sejalan dengan isi benak dan hati ini. Aku tahu, Kamu akan selalu tahu. Semua cinta dan benciku, semua bahagia dan sedihku. Semua amarah dan dendamku, termasuk fakta bahwa - hingga kini, aku masih punya kesulitan untuk memaafkan dan berdamai. Bagaimana mungkin aku bisa mencintai bila masih begini?

Sabar-Mu tak berbatas, kecuali sepanjang usia kehidupan ini. Akulah mahluk tak tahu terima kasih, tak pernah benar-benar menghargai semua cinta-Mu. Akulah yang masih dan akan selalu harus terus belajar, dengan harapan Kamu masih sudi memberiku waktu. Untukku, yang sebenarnya sama sekali tidak pantas menerima semua kemurahan-Mu itu.

Aku ingin menjadi sosok yang Kau cintai, namun itu tak mudah. Aku tak tahu apakah suatu saat aku akan kalah. Yang kutahu, aku belum mau menyerah, meski sedang sangat lemah. Maafkan aku yang masih kurang sabar dan selalu cepat lelah...

Rasanya aneh menulis ini untuk-Mu, karena rasanya seperti melapor pada seluruh dunia. Padahal, percakapan kita berdua harusnya rahasia...

Dari: Umatmu yang Masih Belajar dan Penuh Dosa

Sabtu, 20 Februari 2016

"HILANG KENDALI"

Riuh-rendah akhir-akhir ini
Semua bicara tanpa henti
Mengganggu sekali
Saling tuding sana-sini

Siapa yang memulai?
Kini makin ribut setengah-mati
Mengutuk ke sana kemari
sampai ada yang gila sendiri

Kapan selesai?
Tunggu sampai bosan dan sepi kembali
Aku sendiri hanya memandang dalam sunyi
Ah, lagi-lagi banyak yang terlewat mata mereka,
hanya gara-gara (tergiring) satu opini...

R.
(Jakarta, 21 Februari 2016 - 9:33)

H21: "SELAMAT BERAKHIR PEKAN!"

Dear "Kamu",

Wow, ternyata aku sudah berhasil konsisten menulis surat hingga lebih dari 20 hari. Kebanyakan untuk kamu sih, meski dua lagi lain. Ini mungkin bisa dibilang suatu prestasi. Bisa rekor bila aku berhasil menulis sebanyak sepuluh lagi.

Maaf, aku menulis dalam kondisi amat mengantuk kali ini. Semalam aku kembali berkumpul dengan teman-teman dari klub buku, lalu kita pergi karaoke. Cukup gila, mengingat Sabtu ini aku harus bekerja, seperti biasa.

Maaf, kurasa aku belum benar-benar melupakannya. Semalam aku menulis tentangnya. Baru sebulan, apa yang bisa diharapkan? Jika aku secepat itu bisa melupakannya dan move on, bisa dibilang aku tidak punya perasaan. Jujur, kadang aku suka sedikit iri dengan mereka yang bisa dengan cepatnya membunuh perasaan mereka.

Apakah aku benar-benar pernah mencintainya? Hmm, tidak juga. Sayang iya, namun tidak sampai cinta. Apalagi sampai tergila-gila. Buktinya, aku masih bisa berfungsi secara normal. Aku masih bekerja, bukannya meratapi nasib di kamar seperti tokoh-tokoh sinetron alay dan jijay yang tidak pernah kutonton, namun sialnya pernah beberapa kali tanpa sengaja kulihat iklannya di TV nasional. Iiiihhh!

Kurasa, untuk malam ini, aku takkan kemana-mana. Hanya di kamar saja, menyelesaikan pekerjaan yang harus kuselesaikan di kantor digital-ku. Bersantai sedikit. Kurasa kamu akan senang, bila tahu aku bukan perempuan yang menuntut agar selalu diajak makan ke restoran mahal dan menonton film di bioskop. (Tapi nggak munafik juga, aku senang juga bila sesekali kita kencan seperti itu.)

Justru, aku menanti ide-ide kreatifmu bila nanti kita bertemu dan bersama. Aku sendiri sudah punya beberapa, tapi takkan kukatakan di sini. Sekali lagi, kita harus bertemu dulu.

Selamat berakhir pekan, sayangku - pangeran di dalam mimpiku. Semoga kita bertemu lagi di dalam mimpi - dan benar-benar bertemu di dunia nyata...

Nona Separuh Skeptis

Jumat, 19 Februari 2016

H20: "DAFTAR PEREMPUAN YANG HARUS KAU YAKINKAN BILA INGIN BERSAMAKU"

Dear "Kamu",

Hai, sayangku. Sepertinya hari ini aku harus segera menyelesaikan surat ini sebelum kesibukan berikutnya kembali nyaris membuatku lupa. Hehe, biasa.

Oke, aku tahu kemarin-kemarin aku sudah berjanji akan memberikanmu daftar perempuan yang harus kau yakinkan bila ingin bersamaku. Yah, inilah mereka:

Mama. Aku tahu, selama ini Mama yang selalu diam-diam paling mengkhawatirkanku, terutama soal jodoh. Beliau sudah melihat aku terlalu sering dikecewakan laki-laki hingga akhirnya muak dan apatis. Semua lelaki yang pernah kucintai dulu akhirnya selalu pergi. Mungkin itulah yang pada akhirnya membuatku agak takut untuk jatuh cinta lagi, meski Mama sebenarnya tidak mau aku jadi begitu. Kamu tahu sendiri 'kan, masyarakat bisa sekejam apa bila menghakimi seorang perempuan? Apalagi bila perempuan itu salah menjatuhkan pilihan pada lelaki sebagai pendamping hidupnya.

Berjanjilah, kamu tidak akan menyakiti Mama. Aku bisa saja langsung memutuskanmu bila kamu berbuat begitu. Aku percaya bahwa yang namanya anak durhaka itu tidak hanya kepada orang tua kandung, namun juga mertua. Jangan, ya?

Kakakku. Yah, bisa dibilang kakakku lebih banyak mengenal laki-laki dibanding aku yang lebih banyak menyendiri. Jujur, dulu dia sempat membuatku iri setengah-mati. Dulu aku benci sekali dengan mereka yang hobi membanding-bandingkanku dengan kakakku, mentang-mentang menurut mereka dia lebih langsing dan (dianggap) lebih cantik. Kuharap sih, kamu tidak akan sedangkal itu menilai kecantikan.

Yani. Dia sahabatku yang baru menikah bulan lalu. Saat ini dia tengah menantikan kelahiran anak pertamanya. Mengapa dia? Yani sudah seperti saudariku yang lain. Dia akan jujur denganku bila misalnya dia merasa ada yang 'aneh' denganmu, namun takkan mencampuri urusan pribadiku. Dia percaya bahwa aku bisa memutuskan yang terbaik untukku.

Sue. Masih ingat kekasih Cliff yang kuceritakan di beberapa suratku sebelumnya? Aku membutuhkan mata tajamnya untuk mengamatimu, kalau-kalau saja ada yang terlewat olehku gara-gara jatuh cinta. Mungkin aku terdengar sangat paranoid, tapi aku tidak mau lagi-lagi kecewa. Bahkan, bila menurutmu aku tidak cukup baik, jangan buang-buang waktuku. Pergi sajalah, seperti mereka sebelumnya. Jangan berani-beraninya memberiku harapan palsu bila pada akhirnya kamu sama saja, pergi sesukamu.

Hmm, siapa lagi, ya? Kurasa segini dulu. Yang pasti, masih banyak teman-teman baik dan para anggota keluarga perempuan lainnya yang pastinya juga akan mengamatimu bila nanti kita bertemu dan kuajak kau bertamu.

Sampai nanti dan selamat berakhir pekan, pangeran di dalam mimpiku - dimana pun kau berada saat ini.

Nona Separuh Skeptis

Kamis, 18 Februari 2016

"DIAM...DI TENGAH KERIBUTAN..."

Ada saatnya memilih diam
ketimbang menambah keributan
Bukan berarti kehilangan keberanian
atau enggan menyuarakan kebenaran
atau ekspresi ketidakpedulian

Hanya lelah
muak dengan masalah
apalagi yang sama, yang itu-itu juga
Ada gambaran yang lebih besar
di balik sesuatu yang tidak kelar-kelar

Diam
bukan berarti tidak peduli
Hanya satu pilihan
penjaga kewarasan diri
penetap kedamaian di hati

Diam...dan berdoa
Tak perlu melapor pada dunia
cukup Yang Maha Kuasa
sembari terus berusaha
tidak menyakiti siapa-siapa

Diam...meski lelah
meski rasanya kalah
berusaha agar tidak kehilangan arah...

R.

H19: "DARI YANG KEMBALI SIBUK"

Dear "Kamu",

Hai, sayangku. Lagi-lagi aku minta maaf karena terlalu sibuk, meski saat ini statusmu hanyalah pangeran misterius di dalam mimpiku. Terima kasih telah datang lagi semalam saat aku tidur. Semoga sosokmu jauh lebih sabar di dunia nyata, bila suatu saat nanti kita akan benar-benar bertemu (atau dipertemukan oleh takdir).

Aku tahu, saat ini harusnya aku memberimu daftar perempuan yang harus kau yakinkan bila sungguh-sungguh ingin bersamaku. Tapi, ditunggu dengan sabar dulu, ya? Besok. Aku janji akan kembali meluangkan waktu menulis lebih banyak lagi untukmu.

Sekarang, aku harus kerja dulu.

Salam sayang,
Nona Separuh Skeptis

Rabu, 17 Februari 2016

"CITA-CITA SANG GADIS BELIA"

Pada suatu masa
ada gadis belia
bercita-cita jadi pahlawan
yang super kalau memungkinkan

Mereka tertawa
"Seperti laki-laki saja!"
begitu komentar mereka
sehingga gadis itu murka

"Duduklah manis bagai putri raja
Tunggulah datangnya sang pangeran
atau mungkin pahlawan
ksatria berbaju zirah."

Gadis belia itu mendebat mereka:
"Darimana kutahu yang mana pahlawan
dan mana bajingan?
Akankah kalian tertawa dan mencela
bila aku salah menjatuhkan pilihan?"

R.
(Jakarta, 16 Februari 2016 - 14:15)

H18: "DAFTAR LELAKI YANG HARUS KAU YAKINKAN BILA INGIN BERSAMAKU"

Dear "Kamu",

Oke, aku memang payah dalam memegang janji bahwa aku takkan terlalu sibuk. Yah, sebelum aku kembali sibuk, sebaiknya aku ceritakan sedikit tentang yang ada di benakku akhir-akhir ini.

Aku merindukanmu. Lagi-lagi semalam kamu tidak datang di dalam mimpiku. Tak hanya itu, banyak juga sosok yang kurindukan akhir-akhir ini. Kebanyakan yang sudah mati atau memilih pergi. Papa, Cliff, sahabatku Rio...mereka semua sudah tiada. Baru-baru ini aku juga kehilangan salah satu guruku. Beliau meninggal tanggal 15 kemarin.

Baiklah. Aku ingat, waktu Cliff masih hidup, dia pernah wanti-wanti sama aku. Katanya, jika ada seorang lelaki mendekatiku, Cliff harus menyelidiki latar belakangnya dulu untuk memastikan bahwa lelaki itu aman untukku. Ha-ha, lucu sekali. Lagaknya seperti ayahku saja. Almarhum ayahku bahkan tidak pernah sampai sebegitunya.

"Kalau dia sampai menyakitimu, awas akibatnya nanti."

Biasanya aku hanya akan tertawa dengan sedikit gelisah. Aku tahu, Cliff benar-benar baik. Selain Anthony, dia juga sudah seperti abang bagiku. Sayang, perkenalan kami begitu singkat.

Oke, berhubung aku sudah menyinggung soal ini, bagaimana kalau aku langsung saja menerangkan semuanya?

Wahai, pangeran dalam mimpiku. Bila suatu saat nanti kita benar-benar akan bertemu dan ingin saling berjodoh, inilah daftar lelaki yang harus kamu yakinkan sebelum memutuskan untuk bersamaku:

Adikku. Ya, siapa lagi? Sejak Papa tidak ada, hanya dia satu-satunya lelaki dalam keluarga kami. Dia baik, tapi tidak berarti kamu boleh menipunya. Kamu takkan bisa, karena dia tidak sepolos yang terlihat.

Anthony. Mungkin karena aku pernah melihatmu bicara dengannya dalam mimpiku. Siapa tahu, itu refleksi dari kemungkinan di masa depanku.

Para lelaki dalam keluarga dan teman-temanku. Tenang, cukup jadi dirimu sendiri dengan semua niat baikmu. Jangan takut, bila ada di antara mereka semua yang senang menggodamu atau bahkan menatapmu dengan curiga, itu karena mereka benar-benar menyayangiku dan tidak ingin aku terluka.

Intinya, semua keputusan akhir akan tetap ada di tanganku. Apa pun pendapat mereka nantinya tentangmu.

Sampai di surat berikutnya.

Nona Separuh Skeptis

Selasa, 16 Februari 2016

"DI RUMAH DENGANMU"


Aku terbangun di kamar yang sama, di rumah tua dan besar itu. Kusibak tirai dan kutatap halaman luar. Matahari bersinar cerah. Rombongan remaja berjalan ke sekolah, mengobrol dan tertawa riang.
Samar-samar kudengar lagu “Details In The Fabric” – nya Jason Mraz dan James Morrison. Mungkin dari ponselnya:
“Calm down
Deep breaths
And get yourself dressed
Instead of running around
And pulling all your threads
And breaking yourself up...”
Aku rindu keluar rumah, terutama ke sekolah. Anehnya, aku rindu pergi ke sekolah. Bahkan, banyak hal – dan orang-orang – yang amat kurindukan.
Tok, tok!
Aku berbalik dan otomatis berkata, "Masuklah.” Kunci diputar dan pintu terbuka. Dia datang dengan sarapan untukku dan senyum konyol di wajahnya yang berkerut.
"Hai, sayang," sapanya riang sambil meletakkan nampan di atas meja. Kali ini, ada roti dengan selai nanas dan jus jeruk. "Tidurmu nyenyak semalam?"
"Lumayan." Aku mengangkat bahu, lalu memejamkan mata ketika ia mencium keningku. Aku tetap kaku, bahkan ketika lengan besarnya masih memelukku. Perasaan dingin menjalariku, namun aku berusaha tidak memikirkannya. Bahkan, aku tidak ingin merasakan apa-apa.
"Kamu cantik sekali," bisiknya lirih, yang membuatku makin merinding. Dia tersenyum padaku. "Habiskan sarapanmu, ya? Aku mau pergi sebentar dulu. "
"Kemana?"
Dia menciumku, kali ini di bibir. Aku langsung menutup mulutku rapat-rapat.
"Seperti biasa, tidak akan lama," katanya lembut. "Karena kamu sangat penurut akhir-akhir ini, kamu boleh berjalan sekitar ruang tamu."
"Oke." Lalu dia pergi, mengunci dan bahkan menggembok pintu dari luar. Kudengar langkah kakinya menjauh, sementara kuperhatikan sekitar.
Tidak ada TV dan stereo. Semua jendela diteralis, sehingga sulit dipecahkan. Sayangnya, ini juga daerah terpencil.
Kutatap sarapanku. Bulan pertama di sini, aku mencoba memberontak melawannya dengan menolak makan dan minum. Aku sudah siap untuk mati kapan saja, karena - empat hari setelah usaha pertama - aku jatuh sakit karena dehidrasi dan hampir mati. Dia berusaha menyembuhkanku. Satu-satunya hal yang masih membuatku tetap ingin hidup adalah saat dia mempermainkan pikiranku malam itu:
"Katamu kamu ingin melihat mamamu lagi."
Sudah setahun, pikirku tersadar, sejak terakhir aku melihat Mama. Sejak lelaki aneh ini membius dan mengurungku di rumah ini. Tuhan, semoga Mama belum menyerah mencariku...
Air mataku menetes saat mulai memikirkan Mama, tapi aku segera mengusapnya. Kuhabiskan roti dan jus jeruk. Aku harus tetap kuat.
Aku tidak tahu mengapa dia menculikku. Katanya dia mencintaiku dan hanya ingin selalu bersamaku. Dia bahkan tidak peduli saat aku menangis dari balik pintu terkunci:
"Tolong, aku nggak mau di sini! Aku mau pulang! Aku nanti dicari Mama!"
Ucapanku membuatnya menangis, tetapi dia mengancam akan membunuhku sebelum melepaskanku...
“If it's a broken pot, replace it
If it's a broken arm then brace it
If it's a broken heart then face it...”
--- // ---
Dia pulang malam itu. Kuputuskan untuk mulai mengikuti kemauannya. Tak hanya merangkulnya, kali ini kubalas ciumannya.
"Senangnya sudah pulang," gumamnya sambil tersenyum. "Senangnya di rumah denganmu."
Mungkin aku bisa mengulur waktu – dan perlahan membuatnya lengah. Setelah bisa bebas, barulah harus kutemukan jalan pulang ...
“Hold your own
Know your name
And go your own way

And everything will be fine...”

https://www.youtube.com/watch?v=XdIw6tEjyEg 

H17: "CINTA DARI SANG WORKAHOLIC"

Dear "Kamu",

Hai, sayang. Ini aku lagi. Maaf, lagi-lagi aku tidak bisa menulis terlalu banyak. Aku sibuk sekali hari ini. Semoga kamu baik-baik saja, dimana pun kamu berada.

Percaya atau tidak, banyak yang mengeluh bahwa lama-lama aku sudah berubah menjadi seorang gila kerja alias 'workaholic'. Entah apa jadinya kalau kamu benar-benar ada dan kita menjalin cinta. Apakah kamu juga akan memprotes hal yang sama?

Semoga tidak, ya? Sekali lagi, maaf. Besok aku akan mencoba meluangkan waktu bercerita lebih banyak...hanya untukmu. Mungkin bila kamu sudah ada dalam hidupku, aku akan sebisa mungkin mengalokasikan waktu yang layak untukmu.

Salam sayang,

Nona Separuh Skeptis (yang sepertinya mulai sedikit gila alias delusional!)

Senin, 15 Februari 2016

H16: "SELAMAT HARI SENIN!"

Dear "Kamu",

Bagaimana acara menariku semalam? Seru sekali. Meski hujan sempat lama mengguyur seisi kota hingga lantai licin, acara tetap berlangsung. Tentu saja, aku harus melepas sepatuku saat menari, terutama untuk menghindari kemungkinan terpeleset dan mencederai diriku sendiri. Iya kalau cuma aku yang jatuh. Kalau sampai bikin efek domino dengan menabrak penari-penari lainnya di sekitarku? Alamat mengacaukan barisan. Bisa-bisa rekaman pertunjukan kami berakhir sebagai salah satu acara komedi atau bloopers di TV. Hihihi...

Sayangnya, kita tidak bertemu semalam. Mungkin kamu tidak datang. Mungkin takdir belum mempertemukan kita. Lagi-lagi aku harus bersabar. Mungkin semalam bukan saatnya.

Bagaimana denganku hari ini? Baik-baik saja, meski agak lelah. Aku kembali harus bekerja. Masih banyak yang harus kuselesaikan. Selalu banyak, tapi tidak apa-apa. Lebih baik begini daripada kurang kerjaan. Kamu tahu apa yang biasa dilakukan orang-orang yang kurang kerjaan?

Ya, benar. Mengganggu orang lain. Ikut campur urusan pribadi orang lain, terutama soal moral, agama, dan sebangsanya. Apalagi pakai main kasar, seperti yang terjadi di Jogja kemarin. Jujur, aku sedih. Rupanya bangsa ini tidak lagi sepenyayang dan setoleran yang mereka akui. Sedih, kadang kita suka menilai diri sendiri terlalu tinggi.

Ah, sudahlah. Seharusnya aku kembali memulai minggu dengan lebih ceria dan positif. Siapa tahu, bila kebetulan kita berpapasan atau bertemu, kamu bisa melihatnya di wajahku dan berpikir: "Dia perempuan terbahagia yang pernah kulihat hari ini. Mungkinkah artinya dia siap membuka pintu hatinya dan menerima cinta?"

Selamat hari Senin, pangeran dalam mimpiku. Aku masih menjalani hidup sembari menghitung hari, menanti saat itu.

Saat kita berdua akan benar-benar bertemu...

Yang berusaha mencintai hari Senin,

Nona Separuh Skeptis

"MONOLOG MONSTER"

Kau telah membangunkanku
Terima kasih
Kini dia terpojok, takut hingga beku
Hadirku kembali membuatnya sedih

Kau tidak bisa mengusirku pergi
Aku sudah lama di sini
Dia terlalu lemah untuk sendiri
Akulah yang berkuasa di Kastil Sunyi

Masalahnya?
Mereka takkan pernah mau mengerti
Dia sudah terlalu lelah untuk bicara
Hanya akan dianggap aneh dan konyol belaka

Kau telah membangunkanku
Tak semudah itu aku akan pergi
Mungkin kau bisa meyakinkannya atau mereka
karena lihat saja, kini dia semakin membisu
kembali menelan semuanya sendiri

Dia masih milikku,
karena mereka takkan pernah mengerti
Terlalu lama suaranya dibungkam oleh mereka yang acuh
hingga dia mulai belajar untuk tidak peduli

R.

Minggu, 14 Februari 2016

One Billion Rising Jogja: Kesuksesan OBR Jogja 2016 Dicederai Tindak Intoler...

One Billion Rising Jogja: Kesuksesan OBR Jogja 2016 Dicederai Tindak Intoler...: ONE BILLION RISING REVOLUTION JOGJA 2016 Ironis, kampanye anti kekerasan terhadap perempuan justru mendapat kekerasan. YOGYAKARTA –...

H15: "UNTUK INDONESIA-KU"

Maafkan aku yang tak pernah benar-benar menjadi anak yang baik bagimu. Aku mengaku tulus mencintaimu, namun tidak banyak berbuat apa-apa, meski dengan umurku yang semakin beranjak. Aku ingin menyelamatkanmu dari banyak hal, namun pada saat yang sama gelisah ingin mencari jalan keluar bagiku sendiri. Egois? Barangkali. Namun, ini bukan hanya pekerjaan satu orang, 'kan?

Setidaknya, aku bukan salah satu dari mereka, yang bisanya hanya menghina dan mencela. Ragam kutukan menghiasi laman media sosial mereka. Pernahkah mereka berbuat apa-apa? Apakah mereka sudah terlalu lelah, hingga sabar tiada lagi tersisa?

Jujur, aku takut sekali menjadi seperti mereka. Apatisme dapat membunuh dengan sangat perlahan, bagai racun sianida dalam kopi, yang beritanya ramai dimana-mana. Aku adalah anak yang tidak sempurna, sepertimu yang tak berdaya - meski dengan keindahanmu yang luar biasa. Semakin hari, sosokmu semakin mirip negeri dongeng yang kian porak-poranda. Semakin sulit aku membedakan sesama manusia. Yang mana yang sungguhan dan yang mana monster belaka? Mereka semua serupa. Sama.

Hingga tindakan mereka yang membedakan segalanya.

Aku mencintaimu, sungguh. Aku sadar, butuh banyak orang yang sungguh-sungguh mencintaimu, meski dengan risiko kehilangan segalanya - termasuk harta, tahta, dan nyawa. Namun, dimanakah mereka semua sekarang? Mungkin sudah lama luput dari teropong media. Para manajer di istana mereka sibuk memperebutkan hal yang sama: kuasa, kuasa, KUASA! Mengaku cinta, namun selalu lebih mementingkan diri mereka. Menginjak sesama dan menebar polemik belaka, atas nama cinta - namun bukan untukmu. Tak pernah benar-benar untukmu.

Indonesia-ku, apakah cinta untukmu akan semakin luntur? Apakah kami semua pun lambat-laun ikutan gugur, ditelan pengaruh mereka yang hanya ingin kamu hancur?

Dari: Anak Bangsa yang Lelah

Sabtu, 13 Februari 2016

"MONSTER DI DALAM KASTIL SUNYIKU"

Suatu malam,
kau putuskan untuk membangunkannya
monster yang bermukim di dalam kastil sunyiku
dan ingin mengusirnya pergi
hanya agar aku tak perlu lagi berhati-hati
dan damai kembali di hati

Sudah lama aku membuatnya diam,
namun monster ini sekarang murka
dan kastilku tak lagi sesunyi dulu
Tidurku tak lagi lelap
Monster itu kembali kalap
Dalam kastil itu, aku masih terperangkap

Monster itu masih di sini
Dia enggan pergi
hanya mencari-cari
mengeluarkan tulang-belulang dari lemari
menuntutku agar mau mengerti

Hingga kini,
dia masih juga memaksaku melakukannya
menggali banyak kuburan lama
tanpa peduli aku kelelahan
Celakanya?
Aku sendirian.

R.
(Jakarta, 13 Februari 2016 - 21:00)

H14: "UNTUK PENYEMANGATKU DI ALAM MIMPI"

Dear "Kamu",

Hai, terima kasih telah kembali datang ke dalam mimpiku semalam. Seperti biasa, hadirmu tidak bisa terlalu lama, karena aku harus bangun pagi-pagi lagi untuk bekerja hari ini.

Kita berdua hanya duduk berdampingan, dengan kamu yang menggenggam hangat tanganku seperti biasa. Lagi-lagi aku tidak bisa melihat wajahmu, tapi entah kenapa - aku bisa tahu bahwa kamu sedang tersenyum padaku.

"Bagaimana?" tanyamu. "Kamu sudah siap untuk besok?"

"Siap," jawabku mantap. Entah kenapa, energimu membuatku merasa tenang dan positif, jadi kusandarkan kepalaku pada jok sofa. "Aku akan menari dengan banyak orang besok, di Tugu Proklamasi. Apakah kamu akan datang?"

Mendengar pertanyaanku, kamu terdiam. Lalu, kamu tersenyum sambil membelai ikal gelapku.

"Semoga sukses, ya," begitu ujarmu. "Kamu pasti akan bersenang-senang besok."

Tuh, 'kan? Kamu selalu begitu, tidak mau menjawab pertanyaanku. Tapi, mungkin juga kamu tidak ingin aku terlalu berharap. Mungkin memang lebih baik begitu. Sudah terlalu banyak lelaki yang hobi memberi harapan palsu, namun pada akhirnya hanya membuatku merasa bodoh setengah-mati. Malas banget, 'kan?

Baiklah. Kurasa aku masih harus bersabar lagi. Setidaknya, kamu sudah datang dalam mimpiku untuk memberi semangat.

Sampai di surat-surat berikutnya,

Nona Separuh Skeptis

Jumat, 12 Februari 2016

H13: "KAPAN KITA AKAN BERTEMU...ATAU SALING DIPERTEMUKAN?"

Dear "Kamu",

Maaf, lagi-lagi hampir saja aku lupa menulis untukmu. Sekarang sudah hari Jumat dan aku akan bertemu teman-temanku malam ini dalam pertemuan klub buku mingguan kami. (Ya, klub tempat aku pernah bertemu lelaki kurus slengean itu - yang sekarang sudah hengkang entah kemana. Ah, sudahlah.) Kami akan berkumpul dan menulis bersama, seperti biasa.

Sabtu ini aku akan bekerja, lalu Minggu-nya aku akan menari bersama banyak orang dalam rangka kampanye global anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. Apakah kamu mungkin ada di sana, di antara mereka? Apakah takdir akhirnya akan mempertemukan kita berdua, seperti yang selalu kuinginkan?

Benarkah kamu adalah sosok yang kuinginkan?

Yah, hanya waktu yang akan bisa menjawab semuanya. Setidaknya kamu tahu, aku bukan tipe yang hanya duduk manis - menunggu pangeran tampan seperti dalam dongeng. Aku bukan penderita Cinderella complex syndrome. Banyak yang senang kulakukan dan aku bangga menjadi sosok perempuan mandiri.

Semoga kamu bukan tipe lelaki yang terancam dengan perempuan sepertiku. Mandiri bukan berarti tidak butuh lelaki. Adik lelakiku saja pernah bilang: "Justru cewek-cewek tipe damsel-in-distress suka nyusahin. Bikin males."

Jadi, kapan kita berdua akan bertemu...atau saling dipertemukan?

Yang berusaha mencarimu di tengah kerumunan,

Nona Separuh Skeptis

Kamis, 11 Februari 2016

"PERCUMA"

Ini saat kau merasa bisa sesukanya
berkata-kata hingga mencela
seakan paling tahu segalanya
sementara aku tidak tahu apa-apa
dan bisanya hanya mengada-ada
Tidak paham selera humormu dan kelewat peka

Kau masih suka-suka
sementara aku memilih diam saja
Bukan aku yang mencari gara-gara
meski sering dianggap aneh dan mungkin juga gila
Ah, percuma
Mendebatmu tambah bikin sakit jiwa
Mendingan pergi saja

R.

H12: "SEMOGA KAMU TAHU CARA MEMPERLAKUKAN PEREMPUAN..."

Dear "Kamu",

Apa kabar? Maaf kemarin aku sedang tidak mood untuk bercerita banyak padamu seperti biasa. Ya, gara-gara ponsel rusak yang harus disetel ulang dan kartu ATM-ku yang sempat hilang. Namun, kini aku baik-baik saja.

Aku tidak melihatmu lagi dalam mimpiku semalam. Soalnya, lagi-lagi aku malah melihat dia. Ya, dia yang kemarin meninggalkanku begitu saja. Dia yang memilih untuk sendiri, karena sebenarnya dia tidak pernah tahu apa yang benar-benar dia inginkan dalam hidup. Oh, dia menginginkanku, tentu saja - tapi tidak untuk sesuatu yang permanen. Enak saja, aku lebih dari sekedar untuk 'senang-senang belaka'. (Tahu 'kan, maksudku?)

Sialnya, aku sulit untuk membencinya. Mungkin begitulah anak-anak yang tumbuh tanpa rasa kasih-sayang. Dia pernah cerita, ibunya selalu memperlakukannya seperti kesalahan. Seharusnya dia tidak pernah dilahirkan. Seharusnya ibunya tidak pernah bertemu ayahnya, bila pada akhirnya lelaki itu akan meninggalkannya begitu saja. Begitulah, dia lahir di luar rencana maupun keinginan, namun akhirnya diasuh juga - semata hanya atas nama tanggung-jawab, alias beban. Kasihan, 'kan?

Makanya, akhirnya dia hengkang dari rumah di usia 18. Di antara sekian banyak perempuan yang pernah dekat dengannya, mungkin aku hanyalah satu dari sedikit yang enggan berbuat 'terlalu jauh' dengannya. Itu menakutkan, sayangku, dan ini bukan masalah moral dan agama. Aku tidak ingin berakhir seperti ibunya. Masih ada ragam penyakit yang kian mengintai bila melakukannya secara tidak aman.

Seharusnya cinta membuatmu merasa aman, bukan? Meski dia tidak pernah kasar padaku, dia juga terus menyinggung soal itu hingga aku lelah, malas, marah, dan muak. Tidak seorang pun berhak memaksa seperti itu.

Kita memang belum bertemu - atau dipertemukan - apa pun istilahnya. Jujur, aku tidak peduli seperti apa orang tuamu, selama kamu selalu memperlakukanku dengan baik. Semoga kamu datang dari orang tua yang penuh kasih-sayang, yang mengajarimu cara memperlakukan perempuan dengan baik dan pantas. Namun, bila masa kecilmu kurang bahagia, hanya inilah yang kupinta darimu:

Jangan pernah menyalahkan orang tuamu atas semua kesalahan yang kamu lakukan dan kemalangan yang terjadi padamu. Aku tidak mau bersama lelaki seperti itu. Bertanggung-jawablah dengan semua perbuatanmu sendiri. Itulah ciri pemimpin sejati.

Mungkin aku terlalu perfeksionis. Maaf bila memaksamu, tapi...boleh 'kan, perempuan memilih yang terbaik? Kata siapa itu hanya haknya laki-laki?

Ah, sudahlah. Masih ada sisa Februari. Kamu masih akan mendapatkan banyak surat dariku lagi.

Sampai nanti,

Nona Separuh Skeptis

Rabu, 10 Februari 2016

H11: "DARI YANG SEDANG LELAH"

Dear "Kamu",

Maaf, sepertinya hari ini aku sedang tidak bisa bercerita banyak lagi padamu. Sebenarnya aku ingin, namun sesuatu yang bodoh terjadi padaku. Pertama, aku harus membetulkan HP-ku di gerai terdekat. Kedua, aku kehilangan kartu ATM-ku hingga harus ke bank dan mengganti dengan yang baru. Ini cukup makan sehari penuh, sehingga akhirnya aku jadi kehilangan 'mood' untuk menulis untukmu. Lagipula, saat ini juga masih banyak sekali pekerjaan penting lainnya yang harus aku selesaikan.

Sekali lagi, maaf, ya. Semoga bila kita beneran bertemu di dunia nyata, kamu bisa sabar dengan sifatku yang satu ini. Mungkin besok akan berbeda, lebih baik misalnya.

Yang sedang lelah,

Nona Separuh Skeptis

Selasa, 09 Februari 2016

H10: "BERI AKU COKLAT, JANGAN BUNGA"

Dear “Kamu”,

                Coba tebak? Akhir pekan ini aku akan melakukan sesuatu yang menyenangkan. Bukan, bukan kencan. ‘Kan, aku masih kembali lajang. Belum ada yang lain. Belum ada kamu pula. Masih saja kamu tersangkut di alam mimpiku.

                Aku akan menari bersama banyak orang dalam rangka kampanye global anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ini pertama kalinya bagiku, jadi aku belum tahu. Sepertinya sih, akan seru.

Kata siapa Hari Valentine harus dirayakan dengan pacar? Lagipula, aku tidak pernah sebegitu tergila-gilanya dalam hal ini. Biasa saja. Mau pacaran? Ngapain menunggu 14 Februari? Mau kasih bunga atau coklat? ‘Kan bisa hari-hari lain.

Oh, ngomong-ngomong soal bunga dan coklat, aku sering sekali melontarkan lelucon ini setiap Hari Valentine:

“Don’t send me flowers; I don’t eat them. I only  eat chocolate.” (“Jangan kirim aku bunga; aku tidak makan bunga. Aku hanya makan coklat.”)

Ha-ha, mungkin kamu akan menganggap leluconku ini garing setengah mati. Biar saja. Aku memang suka coklat. Aku harus berhati-hati dengan makanan favoritku itu kalau tidak ingin bertambah menggelembung. Selain tidak sehat, aku ragu sebanyak apa jumlah lelaki di luar sana yang menyukai perempuan gempal. Bukannya seksis, tapi itu kenyataan.

Ini sudah hari kesepuluh aku menulis surat cinta begini. Ajaib aku belum berhenti. Kata mereka, aku tetap harus percaya dengan keajaiban. Jangan mudah menyerah. Siapa tahu, setelah bulan ini, kamu benar-benar akan datang ke dalam hidupku. Dan saat itu aku juga akan benar-benar tahu bahwa itu benar-benar kamu.

Kecuali kalau aku hanya jadi korban fantasi film-film chickflick macam “Serendipity”. Karena itulah aku sekarang menghindari film-film semacam itu.

Tenang, saat kita akhirnya benar-benar bertemu nanti, kamu tak perlu mengirim bunga untukku. Mending kita sama-sama menanam bunga saja agar udara sedikit lebih segar karena ditambah tanaman. Apalagi di Jakarta yang semakin kekurangan oksigen ini gara-gara semakin banyak pohon ditebang dan semakin banyak gedung dibangun.

Tapi, aku akan senang sekali bila kamu sesekali membawakanku coklat. Apa yang akan kubawakan untukmu sebagai gantinya? Hmm, itu tergantung. Yang penting kita harus bertemu dan berkenalan dulu.

Yang lebih menyukai coklat daripada bunga,


Nona Separuh Skeptis

Senin, 08 Februari 2016

"PERGI!"

Aku ingin berhenti melihatmu
bahkan dalam mimpi terburukku
Jangan sebut ini rindu
Ini terlalu mengganggu

Aku ingin berhenti peduli
kamu hidup atau mati
Seharusnya aku lega kembali sendiri
dan kamu memang harus pergi

Aku ingin berhenti melihatmu
agar kamu berhenti menjadi mimpi burukku
Ini bukan cinta
karena cinta itu sendiri tak pernah benar-benar ada
Kamu sendiri bahkan tak tahu artinya

Aku kasihan padamu,
namun percuma juga
Aku tak bisa berbuat apa-apa

R.
(Jakarta, 9 Februari 2016 - 8:24)